Menyusuri Kantong-kantong Konflik Tarakan Pasca Kerusuhan (1)

Masih Cemas, Belum Melanjutkan Pernikahan

Kerusuhan di Tarakan menyisakan banyak kisah. Cerita pilu masih berlanjut dengan kecemasan terhadap kerusuhan susulan.

Laporan: Basri (03 OKTOBER 2010)

Menyusuri Kantong-kantong Konflik Tarakan Pasca Kerusuhan (1) - Kaltim BorneoPagi kemarin, tidak seperti hari-hari sebelumnya. Suasana di kawasan Beringin pada pukul 07.30 itu serba awas. Pasangan mata pasti memelototi setiap orang lewat. Maklum, kawasan ini dihuni warga Tidung dan pendatang asal Sulsel. Sementara yang berkonflik dalam sepekan terakhir ini melibatkan suku Tidung dan sebagian warga asal Sulsel, yaitu Bugis Letta.

Begitu mendengar bahwa kedua belah pihak yang bertikai sudah damai, warga di kawasan Beringin mulai lega, terutama mereka yang telah mengungsikan keluarga ke Angkatan Laut. Bukan saja warga asal Sulsel yang mengungsi, melainkan juga warga Tidung. Mereka yang mengungsi sejak dua hari ini, hingga kemarin sudah kembali semua ke rumah masing-masing. Baik yang tinggal di Beringin, maupun di tempat lain.

Paling terakhir kemarin datang dari Nunukan. Mereka yang ke Nunukan, sesungguhnya datang dari Sulsel dengan tujuan Tarakan. Namun, begitu mendengar kerusuhan di Tarakan, mereka langsung ke Nunukan. Mereka yang bergabung dengan ribuan pengungsi ini ditampung di bawah tenda yang difasilitasi Pemkab Nunukan.

Kehidupan di bawah tenda selama dua malam itu pun berakhir. Lantas masih tenangkah mereka ketika tiba di Tarakan kemarin itu? "Kami ini masih was-was. Jangan sampai hari ini aman karena datang Kapolri, tetapi hari-hari berikutnya, kita belum tahu," kata Ibu Asia yang barus saja menjemput delapan keluarganya di pelabuhan yang baru tiba dari Nunukan.

Beberapa warga Sulsel yang ditemui di Beringin juga masih cemas. Terutama ibu-ibu. Alasan mereka, karena pelaku utama pembunuhan belum ditangkap. Hingga malam tadi, sejak Magrib, sudah banyak yang menutup rapat-rapat pintu mereka.

Mereka masih membatasi anak-anaknya beraktivitas di luar rumah. Terutama waktu malam. Yang mereka khawatirkan adalah jangan sampai ada dendam-dendam lama yang tidak berkaitan langsung dengan kasus pembunuhan, tetapi dijadikan alasan untuk menyerang atau melampiaskan dendam.

"Mereka yang potensial seperti itu boleh saja ada perencanaan sebelumnya, atau ada target-target sasaran mereka. Mereka tinggal menunggu momentum terjadinya gesekan. Kalau skenario seperti itu yang terjadi, maka kisruh akan lebih besar. Inilah yang kami cemaskan," kata keluarga Nari yang membubarkan pesta pernikahan anaknya pada Selasa malam lalu karena ada kelompok yang menyarankan bubar ketika kisruh terjadi tidak jauh dari pesta tersebut.

Pada malam pacci (tudampenni) tersebut, dirayakan dengan ritual adat Bugis. Para tamu pun mulai berdatangan. Namun, ketika keributan yang terjadi di sekitar pesta, para tamu yang sedang makan bergegas menyelesaikan makannya. Yang belum makan, terpaksa membatalkan menyantap menu tudampenni. Sementara ritual mappacci dihentikan.

Akad nikah yang direncanakan berlangsung esoknya, terpaksa ditunda. Mereka memilih ke tempat pengungsian. Keluarga H Mustahing yang kemarin pulang dari tempat pengungsian terpaksa menjadwal ulang pesta tersebut. Terutama akad nikah yang tertunda. Hari baik yang begitu lama direncanakan, ternyata "hari rusuh" di Tarakan.

Kecemasan di kalangan mereka, membuat keluarga Mustahing ragu-ragu menetapkan jadwal ulang pesta dan akad nikah tersebut. Kecemasan itu dipicu pula oleh tempat tinggal mereka yang dekat dengan Pasar Dayak. Selain orang Sulsel, pasar ini juga dipadati warga Dayak dan Tidung.
Pasar ini berada di pinggir laut. Para pedagang banyak yang menetap di sekitar pasar itu. Oleh karena itu, warganya pun terdiri atas pelaut dan pedagang di daratan. Mereka yang melaut adalah suku Tidung, sedangkan warga Sulsel berdagang di kawasan Pasar Dayak.

Pasar Dayak diambil dari nama suku Dayak yang memelopori berdagang di Kelurahan Selumit Pantai, Kecamatan Tarakan Tengah tersebut. Selain suku Dayak yang memulai berdagang, mereka juga awalnya yang mendominasi pasar. Namun, lama kelamaan, suku Dayak semakin berkurang. Pendatang Sulsel menggantikan posisi mereka. Hingga kini, yang paling banyak adalah orang Sulsel. Lebih 70 persen. Sisanya, suku Tidung dan Dayak.

Suku Tidung semakin terdesak. Banyak yang menjual tanah kepada pendatang. Rumah-rumah bertingkat tinggi dibangun warga pendatang. Sebaliknya, warga Tidung dan Dayak hanya membangun tipe 21 atau 36. Yang lainnya, memilih lahan murah di luar kota. Mata pencarian sebagai pencari ikan di laut terus dilakoni. Di laut pun, kesenjangan terus berlangsung. Warga pendatang menggunakan kapal bermotor, sedangkan warga Tidung hanya perahu.

Kesenjangan sosial tidak hanya berlangsung di darat, tapi juga di laut. "Ini semualah yang menjadi potensi konflik di Tarakan," kata H Beddua Asse yang sudah 30 tahun menetap di Tarakan Tengah.

Tokoh masyarakat Bugis ini mengakui bahwa potensi konflik itu memang sejak lama dirasakan. Kecemasan akan terjadinya kerusuhan susulan, juga tidak ditampik. Namun, hal itu bisa teratasi ketika petugas keamanan masih intensif melakukan pendekatan dan penjagaan.

Di kawasan Beringin yang rawan konflik itu, hingga malam tadi, masih berjaga-jaga petugas keamanan dari personel TNI Yonif 613 Raja Alam. Mereka tampak lebih santai. Beberapa di antaranya bahkan berbaur dengan warga sambil bakar ikan. Rekan lainnya tetap harus berjaga-jaga.

Ketua KKSS, Ince Rivai, mewanti-wanti agar warga tidak perlu cemas. Kalaupun ada kekhawatiran terhadap kondisi keamanan yang belum pulih benar, itu katanya wajar-wajar saja karena faktor trauma warga.

"Saya yakin keadaan akan segera normal kembali. Kita percaya kepada aparat yang telah melakukan berbagai pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat. Termasuk para lurah dan camat yang gencar melakukan sosialisasi," kata Ince, malam tadi.

Ince pun berjanji untuk melaksanakan kegiatan yang melibatkan semua warga. Tujuannya, untuk mempererat tali silaturahmi di antara kultur yang beragam. Tentu saja termasuk kultur yang tadinya belum melangsungkan kelanjutan pernikahan yang terpaksa tertunda karena kerusuhan. Mereka butuh jaminan untuk tidak cemas. (*)

Sumber: Fajar.co.id (03 OKTOBER 2010)
Berita Setelahnya Berita Sebelumnya